Sekolahku

Sekolahku

Rabu, 18 Januari 2012

Cerita Anak-Anak

Pembaca sebuah cerita apa pun bentuknya (cerita pendek dan novel) dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok pembaca yang terdiri atas anak-anak, kelompok pembaca yang terdiri atas kaum remaja, dan kelompok pembaca yang terdiri atas orang dewasa. Berdasarkan kategori tersebut maka ada cerita anak-anak, cerita remaja, dan cerita dewasa/orang tua.

Cerita anak-anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak dan bukan cerita tentang anak. Dengan demikian pembacanya adalah anak-anak, meskipun yang bukan anak-anak pun boleh membacanya. Cerita anak-anak umumnya berfokus pada isi atau amanat cerita. Isi cerita anak sebaiknya memberikan amanat yang baik, positif, dan jalan ceritanya menarik bagi anak-anak. Cerita itu mampu mengembangkan daya khayal anak karena dunia anak-anak itu penuh dengan daya khayal yang perlu dibentuk dan dikembangkan.

Tokoh dalam cerita anak-anak tidak harus terdiri atas anak, melainkan apa saja atau siapa saja dapat dijadikan tokoh/pelaku dalam cerita tersebut. Orang tua, kakek, nenek, pak guru, remaja, binatang boleh menjadi tokoh cerita. Hal yang sangat penting adalah tokoh cerita dapat memberikan nasihat, tuntunan, teladan, contoh yang baik kepada anak-anak. Ketika anak-anak membaca sebuah cerita, mereka dapat dipengaruhi oleh perlikau tokoh. Tentunya, nilai kebajikan positif yang perlu merasuk pada diri anak. Dalam sebuah cerita pasti ditemukan tokoh baik dan tokoh yang buruk. Berfokus pada inilah kualitas anak dalam mengapresiasi sebuah cerita. Umumnya anak bisa membedakan perilaku yang baik dan perilaku yang buruk. 

Bagaimanakah agar dapat menulis cerita anak-anak? Menurut Harjana (2006:6-7) pada tahap awal, ada beberapa hal yang perlu dilakukan guru/penulis cerita :
1. Rajinlah membaca cerita anak-anak, baik yang dimuat di majalah maupun yang diterbitkan dalam bentuk  
    buku;
2. Berdasarkan pengalaman banyak membaca, Anda tentu akan dapat membedakan mana cerita yang baik 
    dan mana yang tidak naik;
3. Sediakan buku catatan khusus. Catatlah hal-hal yang menarik dari setiap cerita yang Anda baca, mungkin 
    judulnya, isinya, gaya bahasanya, endingnya, dan lain-lain.
4. Jika Anda menemui kesulitan apapun masalahnya, tanyalah dan berdiskusi dengan orang-orang yang 
     memahami tentang cerita anak-anak;
5. Setelah Anda banyak mempelajari dan memahami cerita anak-anak, segera mulailah berlatih. Caranya 
    buatlah rangkaian cerita sederhana. Apa yang terpikirkan dalam angan-angan tuangkan dalam bentuk 
    tulisan. 
6. Periksakan hasil karya Anda itu kepada orqng yang sudah ahli atau banyak pengalaman mengenai cerita 
    anak-anak. Mintalah kritik, saran, dan nasihat tentang karya Anda tersebut. 
Selamat berlatih!

Yuk, Berlatih Mengarang!

Banyak guru atau siswa yang menyampaikan bahwa mengarang itu sulit. Umumnya mereka hanya bisa menyampaikan kata itu. Namun, mungkin belum pernah menelusuri akibat kesulitan yang dialami ketika mau menulis. Pada prinsipnya mengarang atau menulis adalah mengungkapkan ide atau gagasan atau pokok pikiran. Ide/gagasan/pokok pikiran sebenarnya banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman inilah yang mampu sebagai sumber gagasan.

Bagaimanakah mengembangkan gagasan? Pikiran dan pengetahuan dikembangkan dengan memikirkan gagasan pokoknya. Hal tersebut ditempuh dengan membangkitkan pertanyaan yang timbul dalam hati pembaca dan mengusahakan jawabannya. Bahan ide/pikiran harus dicari dengan menelusuri pengalaman sendiri atau mencari di perpustakaan, misalnya kamus, ensiklopedi, dan berbagai buku bacaan. Ini adalah sumber ide yang kaya. Dalam rangka mengembangkan gagasan penulis harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut.
1. Menggunakan fakta
    Fakta adalah selalu benar. Fakata mengatakan apa adanya, apa yang terjadi. Dasarnya yaitu apa yang dilihat, dan apa yang disaksikan. Berkaitan hal ini pengarang sebaiknya membatasi pemakaian unsur penilaian. Penilaian dapat berupa pendapat, anggapan atau pernyataan pribadi penulis. Tulisan yang terlalu banyak penilaian maka  tidak akan meyakinkan pembaca. Oleh sebab itu, tulisan perlu didukung dengan fakta.
2. Menggunakan detail yang khas.
    Kata-kata umum dan khusus sangat dibutuhkan dalam menguraikan buah pikiran. Kata yang bersifat umum biasanya muncul pada kalimat pertama atau awal paragraf. Selanjutnya, diikuti penjelasan secara rinci dengan kata khusus. Contoh: Pak Tani menanam sayuran di kebun. Sayuran yang ditanam yaitu bayam, kangkung, dan kacang panjang. 
3. Ilustrasi
  Suatu ide/gagasan disampaikan secara lebih jelas dengan menggunakan perumpamaan atau kiasan. Ilustrasi ini bisa juga berwujud penggambaran, kejadian peristiwa, dan ibarat. Hal tersebut sebetulnya hanya sebaai penjelas ide atau gagasan. contoh:  tokoh Bobi dan tokoh Arum. Kedua tokoh akan lebih jelas jika diikuti dengan deskripsinya.
4. Logika atau Nalar
    Jika pengarang ingin mengembangkan suatu ide/gagasan secara logis, penalaran harus masuk akal. Tulisan yang masuk akal akan lebih mudah diterima oleh pembaca. Seorang pembaca pasti yakin terhadap tulisan itu. Dengan menampilkan karangan yang bernalar berarti melatih kita berbuat jujur. 
        Pengembangan gagasan memang perlu latihan terus-menerus. Tanpa ada kemauan berlatih tidak mungkin akan terwujud karangan.yang padu. Masih banyak faktor yang dapat membantu penulis mengembangkan gagasan. SELAMAT MENGARANG

 

Selasa, 17 Januari 2012

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di Sekolah


A.    A. Rasional
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan,  “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.  Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
            Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dari lingkungan budayanya, karena peserta didik hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya.
Budaya adalah keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang  terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan  karakter bangsa.
Pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
B.   B.   Pelaksanaan Pendidikan Budaya dan Karakter di Sekolah
1.      Bagaimana Pengembangan Pendidikan karakter?
Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Khan (2010;2) ada empat jenis pendidikan karakter yang dilaksanakan dalam proses pendidikan yaitu sebagai berikut.
1.      Pendidikan karakter berbasis nilai relegius, merupakan kebenaran wahyu Tuhan (konservasi moral).
2.      Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, berupa budi pekerti, pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa (konservasi kultur).
3.      Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan).
4.      Pendidikan karakter berbasis potensi diri adalah sikap pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diartikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi humanis).
Keempat jenis pendidikan karakter tersebut pada dasarnya tidak bersifat terpisah, melainkan satu kesatuan dan keterpaduan yang melekat pada diri setiap manusia. Pelaksanaan pendidikan karakter merupakan proses membimbing, membina anak didik untuk memiliki kompetensi intelektual , kompetensi keterampilan mekanik, dan pencapaian pembangunan karakter.
Pendidikan karakter memiliki problematik yang bersifat kompleks. Oleh karena itu, pelaksanaannya memerlukan berbagai pendekatan pembelajaran. Pendekatan merupakan arahan ideal yang selanjutnya dapat dijabarkan dalam bentuk metode, teknik, model pembelajaran yang dipilih untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kea rah tujuan pembelajaran yang diharapkan. Tujuan pembelajaran yang dikehendaki adalah adanya perubahan sikap anak didik yang semula kontraproduktif berubah menjadi produktif, inovatif, dan kreatif.
Pada prinsipnya pendidikan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan, tetapi terintegrasi ke dalam 1) mata pelajaran (nilai-nilai dicantumkan dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran);  2) pengembangan diri (kegiatan rutin, spontan, keteladanan, pengkondisian); 3) budaya sekolah (kepemimpinan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab). Berkaitan hal itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam kurikulum (silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran).
2.      Bisakah karakter dibentuk?
Pertanyaan tersebut sangat berkaitan dengan pertanyaan “sejauh mana pengaruh gen dalam menentukan karakter seseorang?” Jika karakter merupakan seratus persen turunan dari orang tua, tentu saja karakter tidak bias dibentuk. Karakter merupakan bawaan lahir  seseorang. Namun, jika gen hanyalah salah satu faktor pembentuk karakter, kita akan meyakini bahwa karakter bisa dibentuk semenjak anak lahir. Dari beberapa penelitian yang dilakukan, hal-hal seperti gen, makanan, teman, orang tua, dan tujuan merupakan faktor-faktor terkuat dalam mewarnai karakter sesorang.
Memberlakukan pendidikan karakter tentu saja bertujuan untuk menumbuhkan karakter positif. Untuk mencapai tujuan terbentuknya karakter positif, pendidikan karakter tidak bisa terlepas dari nilai-nilai tentang benar dan salah. Untuk memberikan kemampuan membedakan mana yang benar dan mana yang salah, orang tua (termasuk guru) harus mengenalkan anak pada nilai-nilai baku yang akan menjelaskan prinsip-prinsip benar dan salah tersebut. Agama adalah sumbel nilai yang paling utama yang harus dikenalkan kepada anak dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan karakter.
3.      Sudahkah Anda Membangun Budaya dan Karakter Siswa?
Keberanian dan ketabahan adalah modal utama bagi setiap orang untuk meraih sukses. Setinggi apa pun cita-citanya jika tidak didukung oleh keberanian dan ketabahan ia akan berubah menjadi khayalan belaka. Di dalam kehidupan sehari-hari segala keinginan seseorang pasti akan dihadapkan pada kendala-kendala. Boleh jadi kendala itu sebenarnya ringan-ringan saja, tetapi kendala itu akan menjadi penghancur kehidupan karena jiwa yang lemah.
Untuk menumbuhkan sifat-sifat positif siswa, perlu dibiasakan atau dibudayakan beberapa hal sebagai berikut.
1)      mengucapkan kata-kata optimis, “siapa yang bersungguh-sungguh maka dia pasti berhasil”,”Kalau orang lain bisa,  mengapa saya tidak”
2)       melakukan perencanaan dengan baik. Rencana adalah setengah dari keberhasilan. Kegagalan membuat rencana sama saja merencanakan kegagalan.
3)      Berani minta tolong kepada orang lain. Anak harus dilatih untuk berani minta tolong agar kelak ia tidak menjadi orang yang diri.
4)      Tetapkan hari bebas keluhan. Diperbanyak ucapan rasa syukur kepada Tuhan, terima kasih kepada orang lain.
5)      Memberi kesempatan anak untuk membaca fenomena. Langkah ini bertujuan menumbuhkan empati anak. Anak dapat merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain.
6)      Suka berbagi. Kemampuan berbagi adalah symbol dari pengendalian atas nafsu ingin menguasai.
Pelaksanaan pendidikan  budaya dan karakter bangsa di sekolah memang tidak semudah yang dibayangkan. Hal tersebut perlu didukung sebuah sistem yang baik. Komponen-komponen pendidikan harus mau melibatkan diri dalam rangka membantu menyukseskan tercapainya pendidikan budaya dan karakter bangsa. Sangat tidak mungkin apabila hal tersebut  dibebankan kepada sekolah. Peran serta orang tua dan masyarakat sangat diharapkan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa.


C. C.    Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Karakter adalah pisau bermata dua. Mata pisau yang pertama dapat dipakai untuk mengiris sayur dan memotong daging. Sedangkan mata pisau yang lain bisa saja melukai muka kita sendiri hingga penuh darah. Setiap karakter memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang. Anak yang memiliki keyakinan yang tinggi akan memiliki dua kemungkinan yang berbeda dan berlawanan. Kemungkinan yang pertama adalah tumbuhnya sifat berani sebagai buah keyakinan diri. Kemungkinan kedua adalah munculnya sifat sembrono dan kurang perhitungan karena terlau yakin dengan kemampuannya. Demikian juga dengan rasa takut. Rasa takut akan melahirkan sikap hati-hati di satu sisi, atau sikap pengecut di sisi lain.
Atas dasar hal tersebut berarti karakter anak didik dapat dibangun dan dikembangkan. Salah satu tempat pembentukan dan pengembangan karakter berada di sekolah. Berhubung sekolah sebagai salah satu tempat pembangun dan pengembang karakter anak didik, maka sekolah perlu membuat perencanaan secara cermat hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Perencanaan yang baik akan mewujudkan keberhasilan. Keberhasilan dan kesuksesan merupakan harapan. Sebaliknya, perencanaan yang kurang baik akan menghasilkan kegagalan. Pada umumnya perencanaan yang baik akan memudahkan pelaksanaan program kegiatan. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa perencanaan yang sudah baik masih menuai kegagalan. Oleh karena itu, perencanaan dan pelaksanaan perlu dievaluasi.
Evaluasi terhadap pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa di sekolah ditempuh dengan beberapa cara misalnya,
1.      Melihat penilaian yang dilakukan guru. Penilaian yang dilakukan guru didasarkan pada indikator. Apakah guru sudah mencatat hasil pengamatan terhadap siswa tentang karakter yang diamati (ada 18 karakter). Apakah guru sudah membuat kesimpulan atau pertimbangan tentang pencapaian suatu indikator yang dinyatakan dalam pernyataan kualitatif yaitu:
a.     BT : Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator).
b.     MT : Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).
c.   MB : Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten).
d.      MK : Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara  konsisten).
2.      Melihat catatan penilaian indikator sekolah dan kelas. indikator ini sebagai penanda  yang digunakan oleh kepala sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter bangsa. indikator ini juga berkenaan dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sekolah sehari-hari (rutin).
3.  Melaksanakan pengamatan sekolah secara langsung terhadap fisik dan lingkungan sekolah, wawancara terhadap warga sekolah, menelaah dokumen KTSP, dan dokumen yang lain.
4.   Melaksanakan observasi metodologi pembelajaran. Hal ini dipakai untuk mengetahui secara langsung implementasi Pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam mata pelajaran tertentu. Apakah guru sudah melaksanakan atau belum.
Evaluasi pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Evaluasi dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja guru, kepala sekolah, dan pegawai sekolah dalam rangka pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Evaluasi dimanfaatkan untuk menyusun perencanaan program dan kegiatan berikutnya.